weLcome to my bLog..

i wiLL always need you ...

Kamis, 15 Desember 2011

TAK


TAK
Oleh Corsalina Simamora

Di persimpangan itu bertemu dia. Dia yang selalu membuat amarah di jiwaku ingin menggelegar, rasa kesal menaungi laksa hati yang menggebu. Dia melukiskan guratan lekukan di bibirnya yang dianggapnya akan membuat aku akan mau mengucapkan kata itu. Tak ada, tak ada yang bisa.
“berhenti mencoba merayuku, aku tak mau !”, ketusku sembari membuang muka dari arah pandangan bola matanya.
“aku hanya ingin kau tau...”. tandas nya.
“tak usah kau berkata-kata di depanku. Tak ada, tak ada yang bisa !”, ucapku sembari meninggalkan dia di persimpangan taman itu.
Taman yang indah itu bak neraka dunia karena ada sosok dia yang ku benci. Getaran jiwa ini tak tertahan ingin dibenamkan di samudera terdalam, setidaknya tak melihat dia yah aku bisa bernafs dengan oksigen yang manis. Tanpa karbondioksida dalam hidup yah dia karbondioksida. Mereka pun tau tak bisa, tak ada yang bisa.Aku tak mau berlarut dalam penantian dengan dia, toh dia kan sudah tak bisa , tak bisa mengerti lagi dengan apa yang ku terjadi dia arus kehidupan ini.  
Dengan langkah yang terseok-seok meniti setiap langkah demi langkah yang tercipta dengan indahnya. Aku sampai di kamar yang begitu indah bagaikan istana bidadari di mataku. Setiap sudut dihiasi pajangan genangan air mata dan alunan musik kesenduan selalu mengalun di ruangan ini. Daun Jendela dunia itu tak pernah dibuka, warna hitam menjadi dasar penghias di istana ini. Suara badan pintu serasa digedor oleh sesuatu yang mungil.
            Sosok itu masuk dengan membawa guntingan jepretan foto yang lusuh dan berlumuran bercak darah.
            “ ini aku nemu di gudang”, ucapnya.
            “”tak perlu kau kemari dan membawa guntingan kepiluan itu, buanglah atau bakarlah !”, perintahku.
Si mungil itu pergi dengan genangan mata air yang mengucur di sudut kanan pipinya. Dengan setengah amarah membanting badan pintu kepiluan yang ada.
Ku tertidur mencoba merajut khayalan indahku Andai sosok itu kembali dan menjadi milikku lagi, yang mungkin sampai kapan pun tak bisa dan  tak bisa terkabul. Buaian tangisan hati emnjadi musik pengantar ridurku. Kisah masa lalu seakan dongeng terindah buatku.
***

Gemerlap malam yang bermandikan bintang dan dihiasi tawa bulan itu lah dia datang. Dia bersinar selaksa membawa lampu cahaya yang sangat menyilaukan mata. Menghampiri aku yang duduk termangu yang lagi memicingkan mata seraya berpikir akan mati dan mati.
“sedang apa kamu disini?”, tanyanya sambil menarik lengan bajunya yang menjulang panjang.
“tak ada, tak ada yang ku lakuakan, selain berbicara dengan mu”, jawabku serasa memalingkan wajah ke arah wajahnya yang sendu kelabu.
“mari ku antar kembali?”, tanyanya lagi.
“tak ada, tak ada yang boleh mengantarku !”, tandasku seraya marah meluapkan emosi padanya.
Sosok tinggi, semampai, berkulit sawo matang itu melangkahkan kaki tuk meninggalkan ku dan meninggalkan semuanya. Masih termangu dalam angan bimbangku, mengapa aku membentak dia yang tak tau apa-apa. Tak ada, tak ada yang salah.

***
Duduk termangu di pinggir jembatan. Jembatan yang sekan membagi kesenduan dan kekecewaan yang mendera. Aku memandangi air yang mengalir dibawahnya yang tiada pernah mau berhenti oleh apapun. Dia datang lagi.
            “tenanglah, diriku selalu berpanggung di laksa hatimu”, tandasnya.
            “untuk apa kau berbicara demikian, toh tak ada guna kan?, aku tak mau kamu makin membuat kekusutan sulaman hati yang kini ku rasa”, jawabku.
“ percayalah !”, pintanya setengah berlutut.
“sudah berulang aku berkata, tak akan, tak akan ada yang bisa !”, potongku menyudahi perkataan dari mulut manisnya.
Dia tertunduk membatin dalam jiwa berpikir apa yang harus dilakukan.Rasa dekapan tangan ini segera menarik asa yang pernah terlintas. Aku tak peduli dengan apapun yang terjadi karena itu TAK akan bisa dan TAK akan terjadi. Dia, dia dan dia tak mengerti dengan semua ini. TAK akan terulang.